Minggu lalu tepat 7 Juni 2013 ane
mendapat telf dari mantan ketua UPK Dendang yang mengatakan bahwa ada surat
panggilan dari Kapolres Tanjabtimur, dimana yang bersangkutan diminta untuk
datang dalam rangka diambil keterangan pada hari senin 10 Juni 2013 terkait
robohnya jembatan kuala dendang yang telah dibangun pada TA. 2011 lalu.
Pertanyaanya kemudian kenapa masalah
ini sampai kepihak yang berwajib…? Bukankah masalah ini diakibatkan karena
bencana alam…??? Bukankah pemerintah daerah menyatakan siap mengalokasikan dana
tanggap darurat, bukankah Bupati telah menginstruksikan ke PU untuk memperbaiki
jembatan tersebut. Dari sisi kita pelaku program menyatakan bahwa kejadian ini
adalah bencana alam sesuai dengan data pendukung dalam bentuk kronologis
kejadian yang disampaikan oleh masayarakat dan pelaku PNPM-MPd Kecamatan
Dendang, tapi tidak bagi lembaga pemantau yang ada di Kabupaten Tanjung Jabung
Timur, dalam laporan yang disampaikan pada pihak berwajib disebutkan bahwa
dalam pembangunan jembatan semi permanen volume 62 x 2 m dengan biaya Rp
148,764,200,- patut diduga adanya indikasi penyelewengan dimana besi yang
digunakan adalah besi 6 padahal di RAB besi 8, Pekerjaan yang seharusnya
menggunakan Molen digantikan dengan tenaga manual, tinggi tiang tengah yang
seharusnya 6 m berubah menjadi 4,5 m, Tapak yang seharusnya ditanam hanya
dibuat menggantung. Disisi lain mereka juga melihat bahwa penunjukan TPK tidak
melibatkan masyarakat, hanya ditetapkan oleh Kepala desa dimana masyarakat
tidak pernah untuk diajak bermusyawarah.
Pada saat ini ane tidak akan
menyampaikan klarifikasi terkait laporan tersebut, karena bisa jadi klarifikasi
yang akan ane sampaikan menjadi subyektif, biarlah laporan tersebut dibuktikan
sesuai dengan fakta hukum yang ada sebagaimana yang telah dilakukan oleh pihak
Polda Jambi didampingi Polres dan dinas PU Tanjabtim pada jum’at 14 Juni 2013
lalu yang langsung meninjau lokasi pembangunan untuk mencari fakta hukum
terkait dugaan penyelewengan dalam pengerjaan jembatan tersebut. Hasilnya
sebagimana informasi yang diperoleh dari Camat sabtu, 15 Juni 2013 tim tersebut
menyatakan bahwa semua masih dalam batas kewajaran, tidak ada persoalan serius
dalam pengerjaan jembatan tersebut dugaan penggunaan besi 6 tidak terbukti
karena fakta dilapangan besi yang digunakan adalah besi 8 pengurangan volume
jumlah besi juga dibantah oleh tim tekhnis dari dinas PU.
Apapun hasilnya yang jelas saat ini
apa yang dilakukan polisi dalam menindaklanjuti laporan tersebut baru sebatas
LIDIK SECARA TEBUKA, sehingga yang dilakukan adalah observasi dan interview,
pada saat ini baru ketua UPK, selanjutnya TPK kemudian Camat/PJOK, FK/T
termasuk faskab dan satker kabupaten akan diinterview. Jika dalam proses LIDIK
ini tidak ditemukan bukti yang cukup maka tentu saja kasus akan ditutup dengan
membuat jawaban tertulis / mengirimkan hasilnya pada instansi lain. Tapi
apabila ditemukan bukti permulaan yang
cukup maka kasus akan ditangani oleh petugas penyelidik untuk dilengkapi hingga
penyerahan perkara pada kejaksaan.
Hanya itu sajakah proses lidik
dilakukan..? tentu saja tidak, penyidik tentunya tidak hanya melihat fakta riel
bangunan yang dikerjakan namun lebih jauh segi hukum terhadap semua aspek
hukum, fakta material terhadap pelanggaran, kelalaian ataupun ketentuan yang
tak lazim dalam sebuah dokumen ataupun fakta lain yang secara material dapat
menimbulkan resiko hukum / perbuatan melawan hukum.
Selanjutnya mengapa masalah ini
ditangani oleh kepolisian Bidang Tindak pidana korupsi/khusus bukan bidang
pidana umum dasarnya adalah UU No. 31
Tahun 1999 ttg Pemberantasan TP Korupsi Jo UU No. 20 Thn 2001 ttg
Perubahan UU No. 31 Thn 1999 ttg
Pemberantasan TP Korupsi :
PASAL 1 AYAT 1
- Korporasi adalah : Kumpulan orang atau kekayaan yang terorganisasi baik merupakan Badan hukum maupun bukan Badan Hukum.
- Pegawai Negeri adalah meliputi :
- Peg Negeri sebagamana dimaksud dalam UU tentang Kepegawaian.
- Peg Negeri sebagaimana dimaksud dlm KUHP
- Orang yang menerima gaji atau upah dari keuangan Negara atau daerah.
- Orang yg menerima gaji atau upah dari suatu korporasi yg menerima bantuan dari keuangan negara atau Daerah.
- Orang yg menerima gaji atau upah dari korporasi lain yg mempergunakan modal atau fasilitas dari Negara atau masyarakat.
3. Setiap orang adalah orang perseorangan atau termasuk korporasi
PASAL 12 A AYAT 2
Bagi pelaku tindak pidana korupsi yang nilainya
kurang dari Rp. 5.000.000.- sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), dipidana
dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan pidana denda paling banyak
Rp. 50.000.000.- (Lima puluh juta rupiah).
Bersambung
Aslam_go04@yahoo.com