Ada
yang tau Mak Eroh atau Nyi Eroh dari Pasirkadu ?
Mungkin banyak dari kita tidak mengenal beliau, bahkan untuk sekedar mengetahui
nama. Mak Eroh (banyak yang memanggilnya dengan Nyi Eroh) adalah seorang
perempuan miskin yang tinggal di Pasir Kadu, antara Pasir Malang dan Pasir
Buntu di lereng Galunggung Parahiyangan, Tasikmalaya, Jawabarat. Wilayah itu
gersang. Penduduk sekitar, termasuk Mak Eroh setiap harinya hanya makan
singkong dan ubi.
Sehari-hari
Mak Eroh mengais rezeki dengan berjualan singkong dan janur kelapa. Meskipun
usianya sudah 50 tahun, tetapi Mak Eroh merupakan sebuah cerminan perempuan
tegar.
Apa
sebenarnya yang telah dilakukan Mak Eroh sehingga mampu menjadi inspirasi
banyak orang hingga saat ini?
Beliau
berhasil mencetak sejarah dengan cara yang luar biasa. Dengan usia yang tak
lagi muda, beliau seorang diri memapras bukit cadas liat sepanjang 45 meter
untuk membuat sebuah saluran yang dapat mengalirkan air dari Sungai Cilutung ke
sawah seluas 400 meter persegi miliknya.
Perempuan
baja yang pendidikannya hanya sampai kelas III SD ini, sewaktu memecah lereng
hanya menggunakan cangkul dan balincong (sejenis linggis pendek) untuk
“mengebor” tebing cadas. Berbekal tali areuy (tali sejenis rotan), Mak Eroh
bergelantungan menggarap lereng yang tegak itu.
Ketika
pertama kali Mak Eroh melakukannya, banyak masyarakat sekitar yang mencibir
tindakannya. Tapi hal itu tidak menyurutkan langkahnya untuk terus bekerja. Mak
Eroh percaya akan kemampuannya sendiri, walau saat itu mustinya beliau
menikmati hari tuanya dengan menimang atau bermain dengan cucu.
Setelah
bekerja 47 hari tanpa putus, jadilah saluran air yang diidam-idamkannya. Hanya
sampai disitukah? Ternyata tidak. Setelah melihat hasil jerih payah beliau
dengan mata kepala mereka, sejumlah 19 warga desa akhirnya membantu Mak Eroh
dalam ‘proyek’ selanjutnya. Yakni membuat saluran air sepanjang 4,5 kilometer
yang mengitari 8 bukit dengan kemiringan 60-90 derajat!
Pembuatan
saluran air yang seharusnya dilakukan oleh pemerintah tersebut diambil alih
oleh Mak Eroh. Dalam waktu 2,5 tahun (1985-1988) saluran tersebut berhasil
diselesaikan. Tak hanya dapat digunakan untuk mengairi lahan pertanian Desa
Santana Mekar, setelah disambung dengan saluran penerus, hasil kerja keras Mak
Eroh tersebut juga dapat digunakan untuk mengairi kedua desa tetangga, Desa
Indrajaya dan Sukaratu.
Hingga
akhirnya kabar perjuangan Mak Eroh terdengar hingga ke telinga Presiden
Suharto. Atas aksinya yang tergolong berani dan memberikan manfaat yang besar
bagi masyarakat sekitar, Mak Eroh mendapat penghargaan Kalpataru Lingkungan
Hidup pada tahun 1988. Setahun kemudian, beliau juga meraih penghargaan
lingkungan dari PBB.
Dengan
penghargaan sebesar itu, sudah pantaslah bila Mak Eroh dikatakan sebagai tokoh
sekaliber dunia. Usaha keras di usia yang tak lagi muda itu menjadi nilai
tambah tersendiri sekaligus sindiran untuk kita yang masih berusia produktif.
Beliau
tak perlu berpidato panjang lebar untuk menunjukkan kepada semua orang bahwa
beliau bisa melakukannya sendirian, saluran air yang berhasil mengairi 400
meter persegi sawahnya adalah saksi bisu dimana kita bisa mengakui bahwa usaha
beliau tak sia-sia.
Pada
18 Oktober 2004 lalu beliau telah dipanggil Yang Maha Kuasa. Jasanya akan terus
mengairi sawah seluas 60 hektar di desanya.
Sumber
: http://www.menlh.go.id/kalpataru/Penerima/DataWeb/tahun_1980-2002.htm
hebat tu bos... cubo kalau ado yang macamtu disabak...!!!
BalasHapusMaaf sebaiknya untuk koment gunakan pilihan google account pada select profil atau kalo nggak tulis aja namanya, agar tau siapa yang koment, thanks..
BalasHapusayo kita kemon
BalasHapusSangat inspiratif. Mudah2an akan tumbuh 'mak eroh' yang lain. Selamat jalan Mak Eroh... Sukses selalu untuk PNPM MPd Tanjab Timur. Salam Kompak!
BalasHapus