Bukan
perkara gampang untuk mencapai akses ke desa Cemara. Jalan tanah yang sepanjang
46 km menuju ibukota kecamatan Sadu dengan waktu tempuh 1,5 jam. Selain jalan
darat, desa Cemara bisa juga dicapai melewati laut dengan waktu tempuh 2,5 jam.
Meski terletak cukup jauh dari ibukota
kecamatan, Cemara merupakan desa yang asri. Dibawah kepemimpinan Kades
Sawaludin, penduduk 175 KK hidup rukun dengan mata pencaharian bertani dan
nelayan.
Gambaran beratnya akses menuju Desa Cemara
setidaknya menggambarkan kehidupan masyarakat yang jauh dari akses pasar. Hal
ini menyebabkan mahalnya berbagai kebutuhan pokok masayarakat, tak terkecuali
kebutuhan akan pakaian. Maka pelatihan menjahit menjadi harapan kaum perempuan
di desa tersebut. Sebab selain dapat membuat pakaian untuk kebutuhan keluarga,
peluang membuka usaha menjahit pun masih terbuka lebar.
Rosmini adalah salah satu peserta pelatihan menjahit.
Dengan penuh semangat ia mengendarai motor bebek menuju lokasi pelatihan yang berjarak 7,5 km dari
tempat tinggalnya dengan waktu tempuh 15 menit . Itupun bisa dilakukan pada
saat musim kemarau. Kalau hujan, Rosmini harus bersusah payah menempuh medan yang sulit dengan cara berjalan
kaki lebih dari 3 jam. Biasanya, Rusmini
berangkat dari rumah pukul 07.00 WIB dan sampai pukul 11.00 WIB di lokasi
pelatihan.
Rosmini yang dalam kesehariannya sebagai ibu
rumah tangga merupakan anak kedua dari empat bersaudara dan bergabung dengan
KPPC (Kelompok Perempuan Peduli Cemara) yang diketuai oleh Rosnaini. Fokus
kegiatan kelompok ini awalnya sebatas konservasi pantai terutama dengan menanam
pohon bakau. Saat ini kelompok KPPC sudah beranggotakan 40 orang perempuan.
Pelatihan menjahit KPPC ini terdanai PNPM Mandiri Perdesaan Kecamatan
Sadu tahun 2014 dengan dana BLM sebesar Rp. 67.898.500 dan swadaya Rp.
2.000.000. Jumlah peserta sebanyak 20 orang.
Berbeda dengan peserta lainnya, awalnya Rosmini
mengalami kesulitan dalam menerima materi pelatihan yang disampaikan pelatih.
Rosmini merupakan satu-satunya peserta yang masih buta huruf.
Keadaan Rosmini tentu saja membuat ia kesulitan
dalam mengikuti pelatihan, terutama hitung untuk menghitung lebar bahu, lingkar
badan dan lain sebagainya. Ia juga
terkendala dalam membagi pola-pola. Padahal istilah tersebut
harus dipahami dan dikuasai oleh peserta pelatihan sebagai dasar membuat
pakaian.
Rosmini terus berusaha. Semangat yang
ditunjukkan seolah menguburkan kemampuannya dalam baca tulis dan berhitung. Beruntung
pula, ia mendapat bimbingan dari Rosnaini, ketua KPPC.
Dengan penuh kesabaran, Rosnaini ikut
mendampingi Rosmini dalam mengikuti pelatihan. Rosnaini memandu Rosmini dengan
menggunakan alat bantu berupa buah pisang dan lidi kelapa.
Misalnya, untuk mendapatkan 2 bagian atau 4
bagian maka diambil sebuah pisang lalu dibagi 2 kemudian yang 2 bagian lainnya dibagi
2 bagian lagi. Sedangkan untuk mendapatkan pola lingkar badan diambil lidi
kelapa 80 buah ( yang sudah
dipotong-potong ) dibagi 4 bagian. Untuk mengejar ketertinggalan materi,
Rosmini membawa pola yang sudah dibuat tersebut pulang kerumah dan memperdalamnya.
Hal demikian sampai satu bulan dilakukannya, karena pada saat itu musim hujan,
namun dia tetap bisa ikut pelatihan walau harus jalan kaki dan tanpa absen.
Perjuangan Rosmini membuat banyak masyarakat
yang kagum. Meski harus berjalan kaki setiap hari selama hampir 3 jam, ia mampu menyelesaikan seluruh materi
pelatihan.
Bahkan pada saat evaluasi terakhir, Rosmini
ternyata ditetapkan sebagai peserta terbaik I. Penentuan peserta pelatihan
dilakukan dengan melihat keaktifan, kerajinan, serta hasil akhir yang dibuat
oleh peserta pelatihan berupa baju jahitan sendiri.
Peserta pelatihan terbaik diumumkan pada saat
Musyawarah Desa Serah Terima (MDST) awal September lalu. Rosmini pun berhak
menerima hadiah khusus yang diberikan oleh Kepala Desa. Rasa senang terlihat
diwajah Rosmini saat menerima hadiah. Dari pelatihan tersebut bukan saja sekedar
bisa menjahit, akan tetapi sejak itu dia sudah bisa berhitung. (Alfitri / FT-Kab. Tanjung Jabung Timur)